PENGEMBANGAN PROFESI KEPSEK
Catatan tentang pendidikan kita
Permendiknas No.28 Tahun 2010
Tentang Penugasan Kepsek Perlu Disempurnakan
Oleh: Nelson Sihaloho
http://smpn11kotajambi.blogspot.com/
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
(Permendiknas) Nomor 28 tentang penugasan guru sebagai Kepala Sekolah (Kepsek)
memang masih menyisakan sejumlah persoalan. Hal itu didasarkan pada fakta-fakta
yang terjadi dilapangan diduga banyak
oknum Kepsek ditugaskan sebagai Kepsek tidak sesuai dengan profesionalismenya.
Selain itu era otonomi daerah dengan munculnya
“raja-raja kecil” didaerah mengakibatkan banyak guru-guru profesional meskipun
memiliki kepangkatan yang lebih tinggi dari Kepsek justeru menjadi ajang
“pembiaran” dan “memati surikan”
kepangkatan lebih tinggi diatur oleh kepangkatan yang lebih rendah. Suatu
hal yang sangat “memalukan” di negeri ini semakin banyak saja pangkat-pangkat
“naga bonar” akibat “balas budi” dengan tim sukses para kepala daerah dengan
rela menagabonarkan pangkat-pangkat oknum guru meskipun aturannya sudah jelas
diatur dalam peraturan pemerintah. Pertmendiknas Nomor 28 Tahun 2010 tentang
penugasan guru sebagai kepala sekolah/madrasah dalam ketentuan umum dalam pasal
1 ayat 3 ditegaskan Pendidikan dan pelatihan calon kepala
sekolah/madrasah adalah suatu tahapan dalam proses penyiapan calon kepala sekolah/madrasah
melalui pemberian pengalaman pembelajaran teoretik maupun praktik tentang
kompetensi kepala sekolah/madrasah yang diakhiri dengan penilaian sesuai
standar nasional, dst.
Dalam Bab II syarat-syarat guru yang diberi
tugas tambahan sebagai Kepsek diatur dalam
Pasal 2 ayat 1, Guru dapat diberi tugas tambahan sebagai kepala
sekolah/madrasah apabila memenuhi persyaratan umum dan persyaratan khusus. Ayat
2, Persyaratan umum sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) meliputi a. beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, memiliki
kualifikasi akademik paling rendah sarjana (S1) atau diploma empat (D-IV)
kependidikan atau nonkependidikan perguruan tinggi yang terakreditasi, berusia
setinggi-tingginya 56 (lima puluh enam) tahun pada waktu pengangkatan pertama
sebagai kepala sekolah/madrasah, dst.
Memiliki sertifikat pendidik, pengalaman
mengajar sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun menurut jenis dan jenjang
sekolah/madrasah masing-masing, kecuali di taman kanak-kanak/raudhatul
athfal/taman kanak-kanak luar biasa (TK/RA/TKLB) memiliki pengalaman mengajar
sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun di TK/RA/TKLB, memiliki golongan ruang
serendah-rendahnya III/c bagi guru pegawai negeri sipil (PNS) dan bagi guru
bukan PNS disetarakan dengan kepangkatan yang dikeluarkan oleh yayasan atau
lembaga yang berwenang dibuktikan dengan SK inpasing, dst.
Persyaratan khusus guru yang diberi tugas
tambahan sebagai kepala sekolah/madrasah meliputi: berstatus sebagai guru pada
jenis atau jenjang sekolah/madrasah yang sesuai dengan sekolah/madrasah tempat
yang bersangkutan akan diberi tugas tambahan sebagai kepala sekolah/madrasah, memiliki sertifikat kepala sekolah/madrasah
pada jenis dan jenjang yang sesuai dengan pengalamannya sebagai pendidik yang
diterbitkan oleh lembaga yang ditunjuk dan ditetapkan Direktur Jenderal. Bab III, Penyiapan Calon Kepala Sekolah dalam Pasal
3, ayat Penyiapan calon kepala sekolah/madrasah meliputi rekrutmen serta
pendidikan dan pelatihan calon kepala sekolah/madrasah, ayat 2, Kepala dinas
propinsi/kabupaten/kota dan kantor wilayah kementerian agama/kantor kementerian
agama kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya menyiapkan calon kepala
sekolah/madrasah berdasarkan proyeksi kebutuhan 2 (dua) tahun yang akan datang,
dst. Pasal 6, ayat 1, Guru yang telah lulus seleksi calon kepala
sekolah/madrasah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 harus mengikuti program
pendidikan dan pelatihan calon kepala sekolah/madrasah di lembaga
terakreditasi, ayat 2, Akreditasi
terhadap lembaga penyelenggara program penyiapan calon kepala sekolah/madrasah
dilaksanakan oleh lembaga yang ditunjuk dan ditetapkan oleh menteri. Pasal 7 ayat 1, Pendidikan dan pelatihan calon
kepala sekolah/madrasah kegiatan pemberian pengalaman pembelajaran teoretik
maupun praktik yang bertujuan untuk menumbuhkembangkan pengetahuan, sikap dan
keterampilan pada dimensi-dimensi kompetensi kepribadian, manajerial,
kewirausahaan, supervisi, dan sosial. Ayat 2 Pendidikan dan pelatihan calon
kepala sekolah/madrasah dilaksanakan dalam kegiatan tatap muka dalam kurun
waktu minimal 100 (seratus) jam dan praktik pengalaman lapangan dalam kurun
waktu minimal selama 3 (tiga) bulan. (5) Pendidikan dan pelatihan diakhiri dengan
penilaian untuk mengetahui pencapaian kompetensi calon kepala sekolah/madrasah.
dst. Bab V, masa tugas kepsek
diatur dalam pasal 10, ayat 1, Kepala
sekolah/madrasah diberi 1 (satu) kali masa tugas selama 4 (empat) tahun. Ayat
2, Masa tugas kepala sekolah/madrasah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
diperpanjang untuk 1 (satu) kali masa tugas apabila memiliki prestasi kerja
minimal baik berdasarkan penilaian kinerja. Ayat 3, Guru yang melaksanakan
tugas tambahan sebagai kepala sekolah/madrasah 2 (dua) kali masa tugas
berturut-turut, dapat ditugaskan kembali menjadi kepala sekolah/madrasah di
sekolah/madrasah lain yang memiliki nilai akreditasi lebih rendah dari
sekolah/madrasah sebelumnya, apabila telah melewati tenggang waktu
sekurang-kurangnya 1 (satu) kali masa tugas, atau memiliki prestasi yang
istimewa. Prestasi yang istimewa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b
adalah memiliki nilai kinerja amat baik dan berprestasi di tingkat kabupaten/kota/
provinsi/nasional, dst.
Bab VI tentang Pengembangan Keprofesian
Berkelanjutan diatur dalam pasal 11 ayat 1,2 dan 3 yaitu Pengembangan keprofesian berkelanjutan
meliputi pengembangan pengetahuan, keterampilan, dan sikap pada dimensi-dimensi
kompetensi kepribadian, manajerial, kewirausahaan, supervisi, dan sosial. Pengembangan keprofesian berkelanjutan
dilaksanakan melalui pengembangan diri, publikasi ilmiah, dan/atau karya
inovatif. Pengembangan keprofesian berkelanjutan dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan yang ditetapkan Direktur Jenderal.Dalam pengembangan keprofesian
berkelanjutan inilah diduga banyak oknum kepsek tidak mampu melaksanakannya
sehingga kepangkatan kepsek dibeberapa sekolah leboh rendah dari para guru.
Lain hal apabila disuatu sekolah kepsek lebih tinggi kepangkatannya dari guru
tidak masalah.
Kita kaitkan dengan Permen PAN RB Nomor 16 Tahun 2009 tentang
jabatan fungsional guru dan angka kreditnya. Dalam Bab V Pasal 11 point c, Pengembangan keprofesian berkelanjutan, meliputi pengembangan diri seperti diklat fungsional, kegiatan kolektif Guru yang meningkatkan kompetensi dan/atau
keprofesian Guru, publikasi Ilmiah meliputi publikasi
ilmiah atas hasil penelitian atau gagasan inovatif pada bidang pendidikan
formal, publikasi buku teks pelajaran, buku pengayaan, dan
pedoman Guru. Karya Inovatif berupa menemukan teknologi tepat guna, menemukan/menciptakan karya seni, membuat/ memodifikasi alat pelajaran/peraga/praktikum dan mengikuti pengembangan
penyusunan standar, pedoman, soal dan sejenisnya.
Jenjang jabatan dan pangkat guru
sebagaimana dalam pasal 12 yaitu Guru Pertama, Guru Muda, Guru Madya dan Guru Utama. Jenjang pangkat Guru untuk setiap jenjang jabatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), yaitu Guru
Pertama: Penata Muda, golongan ruang III/a dan Penata Muda Tingkat I, golongan ruang III/b. Guru Muda: Penata,
golongan ruang III/c dan Penata Tingkat I, golongan ruang III/d. Guru Madya: Pembina,
golongan ruang IV/a, Pembina Tingkat I, golongan ruang
IV/b dan Pembina Utama Muda, golongan
ruang IV/c. Guru
Utama: Pembina Utama Madya, golongan ruang IV/d dan Pembina Utama, golongan
ruang IV/e. Guru
selain melaksanakan kegiatan sebagaimana dimaksud ayat (1), ayat (2), atau ayat
(3) dapat melaksanakan tugas tambahan dan/atau tugas lain yang relevan dengan
fungsi sekolah/madrasah sebagai kepala
sekolah/madrasah, wakil kepala
sekolah/madrasah, ketua program keahlian
atau yang sejenisnya, kepala perpustakaan sekolah/madrasah, kepala
laboratorium, bengkel, unit produksi, atau yang sejenisnya pada
sekolah/madrasah, pembimbing khusus pada satuan pendidikan yang
menyelenggarakan pendidikan inklusi.
Kepsek dan Pengembangan Keprofesian
Berkelanjutan
KEPMEN 84 tahun 1993 direvisi dengan dikeluarkannya Permen PAN RB Nomor 16
tahun 2009 dimana satu-satunya jabatan fungsional yang belum menyesuaikan
Keppres Nomor 87 Tahun 1999 adalah Jabatan Fungsional Guru. Permen 16/2009
unsur yang dinilai adalah Pendidikan dan
pelatihan ( pendidikan formal dan fungsional). Proses belajar mengajar terdiri
dari pengembangan Keprofesian
Berkelanjutan, pengembangan diri, diklat fungsional dan kegiatan kolektif guru
(KKG/MGMP). Penulisan karya tulis Ilmiah terdiri melakukan penelitian, gagasan ilmiah, publikasi,
jurnal, buku, diktat, modul. Karya Inovatif terdiri dari menemukan teknologi tepat guna, menemukan/menciptakan
karya seni, alat peraga/praktikum serta
mengikuti perkembangan penyusunan standar, pedoman, soal dan sejenisnya
dan terakhir adalah unsur penunjang. Sebenarnya
adapun tujuan dari penilaian keprofesian berkelanjutan untuk meningkatkan kualitas layanan pendidikan di sekolah/madrasah dalam
rangka meningkatkan mutu pendidikan.
Sedangkan tujuan khususnya adalah memfasilitasi guru untuk terus memutakhirkan
kompetensi yang menjadi tuntutan ke depan berkaitan dengan profesinya, memotivasi
guru agar memiliki komitmen melaksanakan tugas pokok dan fungsinya sebagai
tenaga profesional serta mengangkat citra, harkat, martabat profesi guru, rasa
hormat dan bangga kepada penyandang profesi guru. Apabila
kita kaji tentang konsep pelaksanaan
pendidikan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan mengkaji ulang konsep pelaksanaan otonomi pendidikan yang telah
diberlakukan selama lebih dari lima tahun. Kaji ulang atas konsep otonomi
pendidikan dibahas dalam lokakarya "Desentralisasi Pendidikan:
Problematika, Prospek, dan Tantangan Masa Depan" yang digelar selama tiga
hari, 28-30 November 2011 lalu di Bogor,
Jawa Barat. Pelaksanaan otonomi pendidikan yang telah berlangsung lima tahun
lebih kerap mengalami banyak hambatan dan permasalahan, yang berpotensi
mengganggu efektivitas, efisiensi, dan profesionalisme pengelolaan pendidikan. Khairil
(2011) menyatakan pemberlakuan otonomi
pendidikan sejalan dengan pelaksanaan UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Otonomi
Daerah. UU tersebut memberikan kewenangan kepada daerah untuk mengelola
pendidikan. Berbagai peraturan yang tumpang tindih atau menimbulkan benturan
kebijakan perlu dievaluasi secara menyeluruh. Lokakarya ini diharapkan dapat
menggali masukan dan gagasan dalam rangka penataan ulang pengelolaan pendidikan
dalam sistem pendidikan nasional terkait dengan pembagian urusan antara
pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten/kota. Empat isu yang menjadi topik
utama dalam kegiatan ini adalah pertama, arah sistem pendidikan nasional di
masa depan. Kedua, kajian implementasi desentralisasi pendidikan. Ketiga, peran
pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten/kota dalam pengelolaan dan
penyelenggaraan pendidikan di masa depan serta
diskusi mengenai otonomi daerah dan desentralisasi pendidikan. Berbagai
hambatan yang muncul disebabkan perbedaan tingkat komitmen daerah dalam
pengembangan pendidikan, lemahnya profesionalisme daerah dalam mengelola
pendidik dan tenaga kependidikan, perbedaan interpretasi antara kewenangan
pemerintah pusat dan pemerintah daerah, serta insinkronisasi pengelolaan
komponen pendidikan yang berada di bawah Kementerian Agama dengan komponen
pendidikan di bawah pemerintah daerah dan Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan. Hasil dari lokakarya ini natinya akan direkomendasikan kepada
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) untuk kemudian akan ditentukan
hal apa saja terkait pendidikan yang menjadi urusan pemerintah daerah,
provinsi, dan pemerintah pusat. Termasuk jika desentralisasi pendidikan akan
diganti secara bulat dengan sentralisasi yang ditangani langsung oleh
Kemdikbud. Karena itu berdasarkan kajian
diatas meskipun seseorang itu ditugaskan menjadi Kepsek fungsi utamanya adalah
tetap sebagai guru yang menjalankan tugas keprofesian berkelanjutan. Pada
intinya sudah sewajarnya dan seharusnya seorang Kepsek selalu lebih tinggi
pangkatnya dari para guru. Apabila ada seorang Kepsek pada suatu sekolah
kepangkatannya lebih rendah dari guru sudah semestinya seorang Kepsek “malu”
dan mengajukan surat pindah pada sekolah lain. Para Kepala Daerah baik itu
Gubernur, Wali Kota/Bupati harus tanggap dan jeli memperhatikan perkembangan
yang terjadi dilapangan. Ke depan
diharapkan agar pengangkatan Kepsek benar-benar dilakukan secara fair,
objektif. Begitu juga dengan Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) untuk segera melakukan langkah-langkah
penyempurnaan tentang penugasan guru
sebagai Kepsek sebagaimana diatur
dalam Permendiknas no.28 tahun 2010 itu. Para guru untuk naik pangkat ke IV/b
keatas sangat sulit selain memenuhi berbagai karya pengembangan profesi
penilaiannya juga membutuhkan waktu yang lama. Minimal untuk naik pangkat dari
IV/a ke IV/b proses penilaiannya minimal 1 tahun 04 bulan. Tim penilai pusat
itu terdiri dari 17 orang. Berbeda
dengan Diklat pimpinan dengan waktu 6 bulan pada Kementrian lain jika sudah usai mengikuti Diklatpim usul
kepangkatan dan jabatannya bisa naik secara otomatis sesuai dengan periodenya.
Karena itu sangat penting untuk disikapi secara objektif, fair dan realistis
bahwa kenaikan pangkat seorang guru memang membutuhkan waktu yang cukup lama.
Bahkan diduga banyak guru hingga puluhan tidak mampu naik pangkat karena
kesulitan yang dialami guru dalam mengembangkan karya profesi berkelanjutannya
cukup banyak. Selain mengajar dan melakukan penilaian (evaluasi), menyiapkan
perangkat pembelajaran, danba tunjangan sertifikasi guru yang sering terlambat
dibayarkan maupun faktor lainnya. Mendapatkan tugas tambahan sebagai Kepala
Sekolah (Kepsek) sebenarnya menjadi tantangan bagi para kepsek untuk
membuktikan dirinya sebagai guru profesional. Selain profesional juga mampu
mengembangkan profesinalitasnya secara berkelanjtan, bernutu dan akuntabel.
Namun sebaliknya apabila seorang Kepsek tidak mampu mengembangkan profesi berkelanjutan apalagi pada suatu
sekolah ada beberapa guru yang kepangkatannya lebih tinggi dari Kepsek sudah
semestinya sadar dan malu akan tugas tambahannya. Menyikapi semua itu kita
harus mampu menepis anggapan bahwa mendapatkan tugas tambahan sebagai
Kepsek bukan menjadikan jabatan kepsek
sebagai jabatan empuk melainkan mengedepankan tugas-tugasnya lebih profesional
dari para guru-guru. Semoga. (dihimpun dan disarikan darisumber-sumber relevan)